Kamis, 05 Maret 2015
Minggu, 01 Maret 2015
ANAK MANUSIA ( SEBUAH PILIHAN )
Hari sabtu, hari yang selalu terkenang bukan karena hari ini hari ku bisa begadang karena esok liburan tapi hari ini dimana untuk pertama kalinya bagiku menunjukkan kepadanya bahwa ku mencintainya, meski tidak secara jelas di hadapannya namun ia dapat mengerti dengan caraku menyampaikan padanya. Sebelumnya, disaat waktu istiraha tiba ku duduk denga seorang teman agus namanya dengan rasa bosan yang hinggap dalam diri kami berdua ia pun bersuara dan mencoba membuatkanku sebuah surat untuk seorang gadis yang membuat perasaanku tenang disaat dia ada dan rasanya ingin menyingkirkan segala yang ada didekatnya karena ia hanya untukku seorang.
Sebuah surat dengan tulisan tangan sahabatku berisikan tentang unkapan perasaan pada sosok wanita yang kucinta, dengan wajah yang tegang ku hanya duduk tenang disamping sahabatku sambil berharap balasan apakah yang akan datang.
Waktu menunjukkan saatnya untuk pulang lepas dari kegiatan yang menyisakan rasa penat seharian, balasan yang kuharap akan datang namun ternyata ia hanya berlalu tanpa sebuah kata yang diucapkan,yang juga memuatku merenung apakah ini sebuah tanda bahwa selama ini apa yang kusimpan, kurahasiakan dari teman teman hanya akan sia sia pada akhirnya. Berfikir terus berfikir “mungkinkah ia tidak suka dengan isi surat itu ataukah mungkin ia telah menjawabnya dengan sikapnya” sebuah tanda yang membuatku harus mengerti sebuah bahasa yang mesti difahami meski tanpa penjelasan. Dalam langkahku terus berfikir dalam diamku terus berlalu apakah yang salah? Ku mencoba melihat ekspresi diwajahnya namun kesan yang ku dapat tidaklah mampu menafsirkan isi hatinya. tiba saatku di depan di gerbang, namun kegelisahan ini tidaklah mampu kuredam hanya rasa malu yang ada.
Terdengarlah suara seorang wanita yang memanggilku ternyata ia temanku yang hendak menyampaikan padaku bahwa ia ingin bertemu danganku, dengan perasaan entah bahagia atau bagaimana ku langkahkan kaki menuju padanya sambil ku coba melihat ekspresi di wajahnya namun ia hanya tertunduk, belum sempatku menyapa datanglah seorang teman yang memanggilku untuk pulang, ku coba meyakinkan dia untuk lebih dahulu pulang tapi ia tetap memaksa dan akhirnya sebuah pilihan yang mungkin salah menurut sebagian orang dan tentunya bagi perasaanku sendiri, akupun pulang tanpa sempat berbicara dengan dia.
Langganan:
Postingan (Atom)